Pengantar

Web blog ini dipersembahkan bagi seluruh Warga Sawah Kareh Bukit Tamasu baik yang ada di Rantau maupun di kampong halaman yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Sawah Kareh Bukit Tamasu (KKSB). Web Blog ini dibuat dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan, menjalin kerjasama, dan tukar menukar informasi sesama warga. Kritik, saran dan masukan untuk perbaikan sangat kami harapkan untuk menjadikan Web Blog ini agar menjadi lebih menarik, efektif, informatif dan bermanfaat bagi kita semua

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : Arlo



Bagi dunsanak yg berniat utk berinfak/wakaf/sedekah dapat disalurkan kerekening Rumah Tahfidz Raudhatul Qur'an No. 5420.01.012332.53.1 BRI Unit Simabur

Selasa, 28 Maret 2017

Dari empat fungsi utama Nagari yang terlembaga di Minangkabau dan Sumatera Barat sekarang ini, termasuk Nagari sebagai unit kesatuan Keamanan dan Pertahanan. Tiga yang lainnya adalah: (1) Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan di tingkat terendah seperti Desa di Jawa dalam konteks NKRI sekarang ini; (2) Nagari sebagai unit kesatuan Adat dan Sosial-Budaya; (3) Nagari sebagai unit kesatuan ekonomi. Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan serta pertahanan merupakan bahagian yang tidak bisa dipisahkan dan dilepaskan dari Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan dan dua yang lainnya. Sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan maka Nagari pun mengatur aspek keamanan dan pengamanan serta pertahanan secara otonom sesuai dengan sifat Nagari yang coraknya juga otonom seperti selama ini. Karenanya orang tidak akan menemukan ada perangkat kepolisian apalagi kemiliteran sebagai aparat dari Nagari di Nagari. Orang baru menemukan aparat kepolisian dan kemiliteran di Kecamatan dan Kabupaten dst ke atas. Hanya karena Nagari seperti juga Desa adalah bahagian dari wilayah Resor Kecamatan dan Kabupaten, maka Kepolisian di mana diperlukan akan turun ke Nagari seperti juga ke Desa yang sifatnya adhoc dan insidental. Bantuan pada Kepolisian dimintakan kalau sudah tidak bisa ditangani langsung sendiri. Secara internal di Nagari urusan keamanan dan pertahanan dilakukan sendiri oleh Nagari sebagai bahagian dari sistem berNagari. Prinsip yang dipakai adalah: “Padi dikebat dengan daunnya." Dalam keadaan rutin sehari-hari, karenanya, orang tidak akan melihat ada tanda-tanda bahwa keamanan dan juga pertahanan di Nagari diatur secara khusus tersendiri – kecuali bahwa di samping kantor Wali Nagari atau Jorong biasa ada “pondok rundo” tempat para pemuda atau orang kampung pria lainnya suka berkumpul sambil bersenda-gurau seperti di lepau, sembari menjaga keamanan kampung sampai larut malam. Dan di dalamnya tidak ada apa-apa kecuali tempat untuk bersantai dan minum-minum, dan, sekali-sekali, ‘bagadang,’ atau tidur di sana sampai besok pagi. Tapi coba kalau terjadi ada insiden kegaduhan, kemalingan, kebakaran rumah, atau huru-hara apapun, para pemuda dan orang lelaki sekampung lainnya akan bergeduru secara spontan turun tangan menyekap dan menyelesaikan persoalannya secara kolektif bersama-sama. Karenanya, walau tidak kelihatan seperti ada apa-apa, pengaturan keamanan dan pertahanan berjalan secara relatif efektif. Sebagai contoh soal, kecil saja, bagaimana moralitas bermasyarakat dijaga justeru dengan melekatkan sanksi hukum yang berat, bahkan teramat berat, karena yang dituju adalah ‘efek jera’nya. Misalnya, terjadi perselingkuhan, atau hubungan muda-mudi yang sumbang-mencanda, lalu ketahuan. Keduanya diarak keliling kampung dengan dicibir dan dipermalukan untuk kemudian diceburkan ke tebat beramai-ramai untuk kemudian diusir dari kampung. Bagaimanapun, masalah pengaturan keamanan dan pertahanan ini juga terkait kepada bagaimana bentuk hirarki Nagari ke tingkat yang lebih tinggi ke atas, yakni ke Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan ke Pusat. Dalam hal ini kita segera akan melihat beda yang relatif besar antara dahulu di zaman pra-kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan. Di zaman pra-kemerdekaan, yakni di zaman kolonial dahulu, pemerintah kolonial sadar betul bahwa dengan keterbatasan personil maupun aparat dan fasilitas yang tersedia, dibanding dengan luasnya wilayah daerah dan negara secara keseluruhan yang terdiri dari belasan ribu pulau-pulau, pemerintah kolonial sengaja menyerahkan banyak hal di tingkat Desa dan Nagari untuk diurus dan diatur oleh rakyat sendiri dengan perangkat adat yang dari semula sudah tertata menurut tatanan adat mereka masing-masing. Sendirinya, di bidang keamanan dan pertahanan ini praktis semua hal diserahkan kepada rakyat untuk mengatur dan mengelolakannya. Pemerintah baru turun tangan kalau desa ataupun nagari bersangkutan tidak mampu lagi menanggulangi dan menanganinya sendiri. Di zaman pra-kemerdekaan, Nagari, karenanya, praktis memiliki otonomi yang luas sekali. Nagari adalah bagaikan republik kecil-kecil (petits republiques) yang mengatur semua urusan tidak hanya otonom tetapi bahkan independen. Semua ini, bagaimanapun, terbantu karena mekanisme adat yang tidak hanya sekadar filosofi hidup tetapi juga tertuang ke dalam perangkat aparat yang diperlukan, termasuk di bidang keamanan dan pertahanan ini. Tidak kurangya, melalui ketentuan adat, semua juga tertuang ke dalam norma-norma hukum kendati tidak tertulis sekalipun. Kita masih diingatkan dengan adanya bermacam undang-undang, termasuk undang-undang tentang dago-dagi, rebut-rampas, samun sakar, dsb, yang istilahnya saja sudah kedengaran aneh di telinga kita sekarang, di samping undang-undang kepidanaan maupun keperdataan asli lainnya yang diwariskan dari zaman beradat sundut-bersundut dahulu. Namun dengan zaman kemerdekaan sekarang ini, karena semua hal mau diatur secara totalitas-menyeluruh, secara nasional, bahkan secara seragam dan hirarkis-vertikal dari pusat sampai ke daerah, yang segera lapuk dan tak terpakai lagi adalah tatanan adat di bidang pidana dan perdata yang berlaku di tingkat Nagari itu. Ekstrimnya seperti yang kita lihat sekarang, tidak ada yang jalan kalau tidak diatur oleh pemerintahan Nagari secara langsung. Dan Wali Nagari sendiripun kendati dibantu oleh aparat pemerintahan Nagari, praktis juga berjalan sendiri yang lengohannya ke atas ke Kecamatan dan Kabupaten, dan tidak ke samping kepada rakyatnya sendiri lagi. Kendati di Nagari juga ada DPR Nagari, yang sekarang namanya Bamus –Badan Musyawarah— Nagari, namun praktis tidak berjalan secara efektif karena tidak terbenahi secara kelembagaan dan finansial yang memadai. Bamus bermusyawarah lebih secara insidental kapan ada hal-hal mendesak yang perlu ditangani di samping yang sifatnya lebih seremonial pada upacara-upacara tertentu di tingkat Nagari. Demikian juga dengan aparat ataupun mekanisme yang berkaitan dengan masalah keamanan dan pertahanan ini. Dahulu di setiap Nagari ada yang namanya Dubalang Nagari, ada Opas Nagari, ada bagian Keamanan Nagari, dsb, yang membantu Wali Nagari menangani masalah-masalah keamanan dan bahkan pertahanan Nagari. Sekarang semua itu kelihatannya telah terlipat dalam sejarah Nagari. Nagari sebaliknya lebih mengandalkan kekuatannya kepada Kecamatan dan Kabupaten di mana juga Nagari lebih dilihat sebagai bahagian yang integral ataupun ujung tombak dari pemerintahan Kecamatan dan Kabupaten daripada berdiri sendiri secara otonom seperti dahulu di zaman pra-kolonial ataupun kolonial. Dahulu di zaman kolonial dan pra-kolonial, karena semua harus diatur dan diurus sendiri, sisi keamanan dan petahanan Nagari ini termasuk masalah yang ditangani secara serius dan bersungguh-sungguh justru oleh Nagari itu sendiri atau bersama dengan nagari-nagari di sekitarnya yang mempunyai kesamaan adat dan saling terkait secara adat dengan hubungan pertalian darah dan semenda-menyemenda, kawin-mawin, dsb. Pengidentifikasian Nagari Kecil ke luar sering justeru dengan memakaikan nama Nagari Gadangnya, bukan Nagari Kecil itu sendiri. Sebagai contoh sederhananya, Banuhampu, Sungai Pua, Ampek Angkek, Tilatang-Kamang, Ampek Koto, di sekitar Bukittinggi saja, misalnya, semua itu adalah Nagari Gadang yang merupakan kumpulan dari beberapa Nagari kecil yang memiliki kesamaan adat dan hubungan turun-temurun. Nagari-nagari Ketek inilah yang dijadikan sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan terendah di Republik ini, sementara Nagari Gadang sekarang cenderung menjadi unit kesatuan administratif Kecamatan. Nagari, dahulu, adalah sebuah identitas yang mau tak mau harus menjaga keamanan dan pertahanan Nagari sendiri karena alam di luarnya itu lebih dilihat sebagai ancaman daripada sekutu. Dahulu di atas Nagari hanya ada Luhak sebagai kesatuan totemis, yang dilambangkan kepada binatang totemik tertentu, seperti harimau di Agam, kucing di Tanah Datar dan kambing di Limapuluh Kota. Di atasnya lagi langsung ada Kerajaan Minangkabau yang sifatnya simbolis sebagai kesatuan kerajaan, yang otoritasnya lebih banyak diperlihatkan ke luar ke daerah rantau dan hubungan diplomatik dengan dunia luar, daripada ke kesatuan Nagari yang punya otonomi dalam mengatur diri sendiri. Masalah keamanan dan pertahanan di tingkat Nagari ini justeru menjadi masalah sekarang ketika semua urusan ditangani oleh pemerintah, dari Nagari ke Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dst ke Pusat. Yang “anak nagari” alias penduduk warga yang menetap di kampung dan di Nagari, praktis tidak dibebani apa-apa kecuali membayar pajak ini-itu dan patuh pada pemerintah. Tidak ada kewajiban untuk menjaga keamanan kampung dengan “barundo” atau beronda malam, seperti dulu biasa terjadi ketika Nagari masih memiliki wewenang otonomi yang penuh. Kecuali itu, Nagari kelihatannya sekarang lebih rentan keamanan dan pertahanan, baik karena mekanisme keamanan dan pengamanan sertapun ketahanan tidak lagi berfungsi efektif karena semua-semua telah diborong habis oleh pemerintah dari bawah sampai ke atas, yang karenanya ketiadaan keterlibatan dan rasa tanggung-jawab rakyat sendiri dalam turut menjaga aspek keamanan dan pertahanan di Nagari sendiri, maupun faktor-faktor luar yang masuk yang makin susah dikontrol dan dikendalikan. Faktor-faktor luar ini bukan hanya bersifat fisikal-material tapi juga moral dan spiritual. Sebuah pemikiran paradigmatik baru yang lebih komprehensif, integral dan berorientasi ke depan, dengan mengingat perubahan-perubahan mau tak mau terjadi dan harus terjadi, agaknya diperlukan, terutama dalam rangka upaya bagaimana melibatkan rakyat dan warganegara sendiri dalam ikut menjaga dan memelihara sisi keamanan dan pertahanan dari kehidupan bernagari itu.
Sumber : http://www.nagari.org/

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung:

Anda Pengunjung ke :


Formulir Biodata Anggota Kerukunan Keluarga Sawah Kareh Bukit Tamasu



Populer